PENGERTIAN BAIK DAN BURUK
Menurut bahasa, baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa
Arab, atau Good, dalam bahasa Inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya,
Munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatau yang telah mencapai kesempurnaan.[1] Sedangkan
dalam Webster New Twentieth Century Dictionary, dikatakan bahwa yang
disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan,
kesenangan, persesuaian dan seterusnya.[2] Selanjutnya
yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai
yang diharapkan, yang memberi kepuasan.[3] Yang
baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan.[4] Dan
yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat,
memberikan perasaan senang atau bahagia.[5] Dan
ada pula pendapat yang mengatakan secara umum bahwa yang disebut baik atau kebaikan
adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan, dan menjadi tujuan manusia. Tingkah
laku manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju kesempuraan manusia.
Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi
kebaikan yang konkret.[6] Dengan
demikian, baik atau kebaikan adalah sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur,
bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia (Anthropocentris/yang
memusat pada manusia).
Dalam bahasa Arab, buruk dikenal dengan syarr yang artinya sesuatu
yang tidak baik, yang tidak seperti seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di
bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral,
tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela,
lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat
yang berlaku.[7]
Jadi buruk dapat dikatakan sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik,
tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
Dengan demikian nilai baik atau buruk bersifat
subjektif, karena bergantung kepada individu yang menilainya.
PENENTUAN BAIK DAN BURUK
Banyak para ahli yang berpendapat tentang penentuan baik
dan buruk, seperti Poedjawijatna, yaitu hedonisme, utilitarianisme, vitalisme,
sosialisme, religiosisme dan humanisme.[8] Asmaran
As, yaitu adat kebiasaan, hedonisme, intuisi, dan evolusi.[9] Dan
yang terakhir Ahmad Amin, yaitu adat istiadat, hedonisme, dan utuliarianisme.[10]
Secara ringkas aliran filsafat
yang mempengaruhi pikiran akhlak adalah:
1.
Adat-istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk
ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat
2.
Hedonisme
Menurut aliran ini perbuatan
baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kepuasan, kenikmatan, dan kepuasan
nafsu biologis
3.
Intuisisme (Humanisme)
Intuisi merupakan kekuatan batin
yang dapat menentukan sesuatu berbagai baik dan buruk dengan sekilas tanpa melihat
buah atau akibatnya
4.
Utilitarianisme
Maksud dan paham ini adalah untuk
sesame manusia atau semua makhluk yang memiliki perasaan
5.
Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah
yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia
6.
Religiosisme
Menurut paham ini dianggap baik
adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak tuhan
BAIK DAN BURUK MENURUT AJARAN ISLAM
Menurut ajaran islam penentuan baik buruk harus didasarkan pada petunjuk
Al-Qur’an dan Al-hadits. Jika kita perhatikan dalam Al-Qur’an maupun hadits dapat
kita jumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan buruk. Diantara istilah
yang mengacu kepada yang baik misalnya Al-hasanah, Al-thayyibah, Al-khairah,
Al-karimah, Al-mahmudah, dan Al-birr.
·
Al-hasanah adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menunjukan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Lawan kata
al-hasanah adalah al-sayyiah. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan,
kelapangan rezeki dan kemenangan. Sedangkan yang termasuk al-sayyiah misalnya kesempitan,
kelaparan dan keterbelakangan.
·
Al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambar
kan sesuatu yang member kelezatan kepada indera dan jiwa seperti makanan,
minuman, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain.[11] Lawan
dari al-thayyibah adalah al-qabihah yang artinya buruk.
·
Al-khairah digunakan untuk menunjukan sesuatu
yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, dan segala sesuatu
yang bermanfaat. Lawan dari al-khair adalah al-syarr.[12]
·
Al-karimah digunakan untuk menunjukan pada
perbuatan dan akhlak yang terpuji yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[13] Biasanya
kata al-karimah ini digunakan untuk menunjukan perbuatan terpuji yang skalanya besar,
seperti menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua.
·
Al-mahmudah digunakan untuk menunjukan sesuatu
yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT.[14] Jadi
kata al-mahmudah lebih menunjukan pada kebaikan yang bersifat batin dan
spiritual. Misalanya shalat tahajjud yang mudah-mudahan Allah akan mengangkat derajatmu
pada tempat yang terpuji.
·
Al-birr digunakan untuk menunjukan pada
upaya meperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata ini biasanya digunakan sebagai
sifat Allah, dan kadang digunakan sebagai sifat manusia. Digunakan untuk sifat
Allah maksudnya adalah bahwa Allah memberikan pahala yang besar, sedangkan jika
digunakan untuk manusia maksudnya adalah ketaatan manusia tersebut.
[1]
Louis Ma’luf, Munjid, (Beirut: al-Maktabah al-Katulikiyah, t.t.), hlm.198.
[2]
Webster’s New Twentieth Century Dictionary, hlm.789.
[3]Hombay,
AS., EU Gaterby, H. Wakefield, The Advanced Leaner’s Dictionary of Current
English, (London: Oxford University Press, 1973), hlm.430.
[4]
Webster’s World University Dictionary, hlm.401.
[5]Ensiklopedia
Indonesia, Bagian I, hlm.362.
[6]
Ahmad CharrisZubair, KuliaihEtika, (Jakarta: RajawaliPers, 1990),
cet.II, hlm.81.
[7]LihatNew
Twentieth Century Dictionary of English Language, hlm.138; The Advanced
Leaner’sof Current English, hlm.63; Ensiklopedi Indonesia, hlm.557;
Asmaran As, hlm. PengantarStudiAkhlak, hlm.26.
[8]Poedjawijatna,
EtikaFilsafatTingkahLaku, (Jakarta: BinaAksara 1982), cet.IV,
hlm.44-49.
[9]Asmaran
As, op. cit. , hlm.27-31.
[10]
Ahmad Amin, Etika (IlmuAkhlak), (terj.) K.H. FaridMa’ruf, darijudulasli,
Al-Akhlak, (Jakarta; BulanBintang, 1983), cet. III, hlm.87.
[11]Ahmad
Amin, Etika (IlmuAkhlak), (terj.) K.H. FaridMa’ruf, darijudulasli, Al-Akhlak,
(Jakarta; BulanBintang, 1983), cet. III.,hlm. 321.
[12]Ibid.,hlm.
163.
[13]Ibid.,hlm.
446.
[14]Ibid.,hlm.
163.







0 comments:
Post a Comment